This blog is designed to be a medium for extension development staffs, students, and related community. Academicians, researchers, extension workers, students, professionals, and NGO-activitsts are encouraged to communicate and share information, experience, and ideas in the context of learning, human development, managing planned change, and situation improvement in various human activity systems. Make a better and sustain life for all!

Saturday, December 12, 2009

Pendidikan Pascasarjana

PENDIDIKAN PASCASARJANA : KARAKTERISTIK, HAKEKAT, DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL
Oleh:
Sitanala Arsyad
Guru Besar Emeritus Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Faperta IPB

Pendahuluan
Tulisan ini saya sajikan atas keperhatinan saya terhadap perkembangan pendidikan pascasarjana IPB pada akhir-akhir ini. Mengingat pascasarjana hakekatnya adalah epicenter penemuan, inovasi dan aplikasi ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya yang mengantarkan pada kemajuan yang mempengaruhi kehidupan suatu bangsa dan negara, (esensi) pendidikan pascasarjana itu dan sekaligus juga selalu melihat perkembangan yang terjadi dalam pengelolaannya di luar. Tulisan ini mencoba menelaah hakekat pendidikan pascasarjana dan perubahan-perubahan yang terjadi di luar negeri terutama Amerika Serikat, untuk menjadi bahan pemikiran kita dalam mengelola pendidikan pascasarjana IPB.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua yang berkepentingan dengan pendidikan pascasarjana di IPB.

Sifat Pendidikan Pascasarjana
Pendidikan Pascasarjana (graduate education) memiliki tiga karakteristik utama yaitu (1) pendidikan pascasarjana adalah pendidikan lanjut (advanced), (2) terfokus (focused) atau broad-based, dan (3) bersifat kecendekiaan atau kesujanaan (scholarly).
Sifat “lanjut” mengandung arti bahwa pendidikan pascasarjana dibangun di atas landasaan pendidikan sarjana. Sifat lanjut bagi mahasiswa adalah dalam tingkat pendidikan yang dicapainya, dan penguasaan subyek (subject matter) yang ditekuninya lebih luas dan mendalam. Sifat lanjut pendidikan pascasarjana tampak pada susunan kurikulum dan jenjang pendidikan yang dicapai. Selain dari pada itu, sifat lanjut tampak pada persyaratan yang dikenakan kepada mahasiswa dan dosen. Mahasiswa dituntut untuk memiliki prestasi unggul pada jenjang pendidikan sebelumnya, agar mereka dapat memenuhi persyaratan penerimaan dan mampu menyelesaikan studinya dengan baik. Keunggulan prestasi mahasiswa tersebut dapat diperlihatkan dalam bentuk Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang mereka peroleh pada jenjang sebelumnya atau karya akademik lainnya. Dosen pascasarjana harus memiliki pendidikan dan gelar lanjut (advanced degree), pakar dalam suatu bidang ilmu pengetahuan atau profesi tertentu, dan aktif dalam kegiatan kepakaran, kegiatan ilmiah atau sebagai kontributor penelaah (peer review contributor) dalam bidangnya (LaPidus, 1989). Sejauh mungkin dosen seyogyanya memiliki program penelitian jangka pendek dan jangka panjang yang konsisten dan berlanjut, serta melaksanakannya secara mantap dan bertahap, dengan mengikutsertakan mahasiswa sesuai dengan tingkat kesulitan masalah yang diteliti.
Pendidikan pascasarjana dapat berorientasi akademik atau pengalaman profesi. Sifat “terfokus” merupakan karakteristik dari pendidikan akademik yang berbasis penelitian, sedangkan sifat broad-based merupakan karakteristik pendidikan berbasis pengalaman profesi dan praktek profesional. Pendidikan pascasarjana berorientasi akademik (yang dipilih oleh mahasiswa yang ingin berkarir sebagai ilmuan, peneliti, atau dosen) ditata secara khas terfokus pada suatu kumpulan pengetahuan yang berdiri sendiri (a discrete body of knowledge) yang diajarkan oleh dosen yang diakui sebagai pakar dalam berbagai faset dari suatu bidang atau cabang ilmu terkait, dilengkapi dengan pendidikan penelitian dasar. Mahasiswa mengembangkan keahlian khusus setelah menunjukkan pemahaman yang menyeluruh tentang bidang tersebut (LaPidus, 1989). Pendidikan pascasarjana yang berorientasi profesi (yang dipilih oleh mahasiswa yang ingin berkarir dalam profesi tertentu, seperti agribisnis, industri, rekayasa), berciri “broad-based” yang programnya ditata sesuai dengan tuntutan dan harapan bidang profesi terkait. Pendidikan pascasarjana berorientasi profesi dilengkapai dengan penelitian terapan yang terarah pada tututan profesi tersebut. Pengelolaan pendidikan profesi diselenggarakan secara antar dan multi disiplin. Dalam praktek pelaksanaannya kedua bentuk pendidikan ini tidak bersifat dikotomis dan kaku, melainkan berbaur satu dengan lainnya.
Sifat “kecendekiaan atau kesujanaan (scholarly)” berkenan dengan proses pemerolehan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang selalu dikaitkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan proses berpikir ilmiah. Sifat kecendekiaan memiliki arti bahwa pendidikan pascasarjana didasarkan atas landasaan ilmu pengetahuan yang berkembang, yang dicapai dan disepakati oleh mereka yang bergerak dalam bidang tersebut, serta terbuka untuk diuji dan divalidasi melalui prosedur yang secara umum disepakati. Pendidikan pascasarjana tidak hanya berkenaan dengan penyebaran ilmu pengetahuan, melainkan yang penting adalah dengan keterlibatan nyata mahasiswa dalam proses bagaimana ilmu pengetahuan itu ditemukan. Proses penemuan, melalui penelitian, adalah ciri utama (hallmark) pendidikan pascasarajana (LaPidus, 1989).
Selain dari ketiga karakteristik utama tersebut unsur “kontekstual” pendidikan pascasarjana sangat penting untuk dipahami, yaitu bahwa pada pendidikan pascasarjana, mahasiswa didorong untuk memperdalam pengetahuan, memperluas wawasan dan meningkatkan keterampilan, serta mengembangkan kematangan intelektual. Dosen dan mahasiswa bersama-sama merupakan masyarakat ilmiah. Di dalam masyarakat ini interaksi yang kerap terjadi antara dosen dan mahasiswa, dan antara sesama mahasiswa, baik secara terstruktur maupun dalam suasana informal, merupakan wahana bagi peningkatan suasana ilmiah dan penemuan baru, maupun sebagai proses induksi ke dalam sistem sosial masyarakat profesi. Pengalaman belajar kumulatif yang diperoleh dalam pendidikan pascasarjana seharusnya melatih mahasiswa untuk berpikir secara jernih dan kritis; menjelajah (explore), bertanya, menganalisis dan mensintesis subyek studi yang mereka tekuni; menemukan, menyusun konsep, dan menciptakan kontribusi baru; menantang, mempertahankan dan mendebat serta menjelaskan, mengklarifikasi, dan menyebarkan temuan baik melalui komunikasi lisan maupun tertulis; memahami dan mengikuti etika dalam bidangnya (Gullahorn et. al., 1998). Pendidikan pascasarjana harus menciptakan iklim kolegial, intelektual (kesujanaan) dan keterbukaan di mana interaksi antara orang-orang yang berbeda pandangan merupakan unsur penting dalam proses pembelajaran. Pendidikan pascasarjana harus menghilangkan iklim menerima begitu saja pandangan atau pendapat mereka yang dianggap pakar. Mahasiswa harus menangani bidang kajian dalam disiplin ilmunya sebagai suatu wilayah yang ditandai dengan titik pandang yang berbeda dan bahkan dapat belawanan. Mahasiswa harus belajar untuk mengajukan pertanyaan mengenai apa yang mereka baca, dengar dan tulis dengan cara yang tajam (rigorous) dan tidak berat sebelah, memelihara standar pembuktian yang tinggi, dan bersedia serta berhasrat besar untuk menguji pendapatnya di dalam forum sejawat dan teman sekelas pada umumnya (CGS, 1996). Dengan cara ini mahasiswa mengasah keterampilannya, belajar terlibat dan berkontribusi dalam diskusi yang berlangsung terus menerus yang menetapkan konsesnsus mutakhir dalam suatu bidang. Dengan berkumpulnya individu-individu yang beragam untuk terlibat dalam kegiatan intelektual, pendidikan pascasarjana menumbuhkan rasa hormat terhadap kecendiakaan (kesujanaan/scholarly), terlepas dari (sumbernya, dan membangun komunitas yang anggota-anggotanya dinilai berdasarkan buah pikirannya.
Apakah Peranan Pendidikan Pascasarjana
Committee on Science, Engineering, and Public Policy (COSEPUP) (1995) menyatakan bahwa sistem pendidikan pascasarjana (graduate education) Amerika yang mendidik scientists (ilmuan) dan engineers (insinyur) yang ditata dalam pengalaman penelitian yang intensif dan realistis, telah menjadi model bagi dunia mengenai upaya secara simultan melakukan penelitian dasar bersama dengan mendidik ilmuan (scientist) dan insinyur (engineer) menjadi Doktor. Di dalam laporan COSEPUP (1995) bidang sains yang ditelaah meliputi ilmu-ilmu hayati (pertanian, kedokteran, biologi), fisik (fisika dan kimia), ilmu-ilmu sosial, dan matematika. Bidang engineering meliputi semua bidang keinsinyuran (rekayasa). Ilmuan dan insinyur dengan gelar Ph.D dan gelar lanjut lainnya memainkan peranan sentral yang terus berkembang dalam kehidupan bangsa Amerika. Pendidikan pascasarjana adalah dasar bagi pencapaian tujuan nasional dalam dua cara. Pertama, universitas/institut bertanggungjawab dalam menghasilkan guru (baca: dosen) dan peneliti masa depan, peneliti independen yang akan meletakkan dasar bagi paradigma dan produk hari esok, dan yang akan mendidik generasi dosen dan peneliti di masa yang akan datang. Kedua, pendidikan pascasarjana secara langsung memberikan kontribusi kepada tujuan nasional yang lebih luas dalam teknologi, ekonomi dan perkembangan kebudayaan. Graduate education in the United States has been enormously successful enterprises, serving the vital scientific, cultural and economic needs of the national and global community. Our graduate schools are epicenters of discovery, innovation, and application, leading to advancements that affect every one of us (Stewarts, 2006).

Apakah sumbangan yang telah diberikan pendidikan pascasarjana kita, selain dari menghasilkan orang-orang yang bergelar Magsiter dan Doktor? Kemampuan menyelenggarakan pendidikan pascasarjana dan menghasilkan Magister dan Doktor tidaklah otomatis mempunyai peranan dalam peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), budaya dan ekonomi suatu bangsa. Oleh karena itu pertanyaan perlu diajukan: apakah pendidikan pascasarjana kita (IPB) telah menghasilkan peneliti dan pendidik yang handal yang mampu membawa perubahan ke arah perbaikan pendidikan dan mutu penelitian? Apakah pendidikan pascasarjana kita telah memberikan kontribusi kepada peningkatan kesehjahteraan petani dan masyarakat umumnya, telah memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan nasional yang lebih luas dalam perkembangan Iptek, ekonomi dan perkembangan budaya pertanian maju di negara kita. Bagaimanakah persepsi masyarakat mengenai pendidikan dan lulusan Magister dan Doktor. Apakah hanya sekedar penghargaan atau kebanggaan dengan gelar tersebut?. Masalah-masalah ini memerlukan perhatian dan pemahaman yang lebih dalam. Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus kita ajukan dan perlu diteliti untuk mendapatkan jawabannya, demi perbaikan pendidikan pascasarjana kita. Perkembangan dalam pendidikan Magister dan Doktor di luar negeri, terutama di Amerika Serikat secara singkat disajikan di bawah ini.
Pendidikan Magister
Pendidikan Magister (master education) adalah pendidikan formal di atas sarjana yang lamanya sangat bervariasi dari satu sampai tiga tahun yang memberikan gelar Master kepada lulusannya. Gelar Master berasal dari kata Magister (Bahasa Latin) yang berarti guru. Penamaan gelar yang kita (Indonesia) gunakan adalah aslinya dari Bahasa Latin (Magsiter). Dua macam gelar Magister yang pada awalnya dikenal yaitu Magister Artium (MA) yang dapat juga ditulis Artium Magister (A.M) untuk bidang humaniora, dan Magister Scientiae (M.S) yang juga dapat ditulis Scientiae Magister (S.M) untuk disiplin sains. Di negara-negara berbahasa Inggris digunakan istilah Master of Arts (M.A) dan Master of Science (M.S atau M.Sc).
Di Inggris pada beberapa universitas gelar Master diberikan pada lulusan sarjana (undergraduate). Master of Arts diberikan oleh Universitas Oxford, Cambridge dan Trinity College, tanpa ujian lebih lanjut, kepada lulusan Bacherlor of Arts. Demikian juga pada beberapa universitas di Scotland (St. Andrews, Glasgow, Aberdeen, Edinburgh) menganugerahkan gelar Master of Arts kepada mahasiswa undergraduate setelah empat tahun belajar dalam arts, humanities dan ilmu-ilmu sosial. Negeri Belanda menganggap lulusan dengan gelar Ingenieur (Ir) setara dengan Magister. Akan tetapi dengan sistem ijazah pendidikan Eropa yang telah diselaraskan (persetujuan Bologna, 1999), gelar Master diberikan setelah satu atau dua tahun menyelesaikan pendidikan pascasarjana (graduate) di atas pendidikan tiga atau empat tahun pendidikan sarjana (undergraduate).
Di negara-negara berbahasa Inggris pada umumnya digunakan gelar Master of Arts yang disingkat MA untuk ilmu-ilmu sosial, ekonomi dan humaniora dan Master of Science disingkat M.S atau M.Sc untuk disiplin sains. Di beberapa universitas digunakan Bahasa Latin seperti Artium Magister (A.M) untuk Master of Arts dan Scientiae Magister (S.M.) untuk Master of Science. Sebagai contoh yang menggunakan Bahasa Latin untuk gelar Magisternya adalah universitas Harvard, yang menggunakan singkatan A.M dan S.M masing-masing untuk gelar Master of Arts dan Master of Science, sedangkan MIT menggunakan singkatan S.M untuk gelar Master of Science.
Pendidikan Magister telah berkembang sangat luas, tidak saja sebagai pendidikan akademik (menghasilkan gelar M.A dan M.S/M.Sc) akan tetapi juga merupakan pendidikan profesional (menghasilkan professional masters) untuk memenuhi tuntutan kebutuhan berbagai profesi yang ada, baik dalam bidang humaniora maupun dalam bidang sains.
Pendidikan Magister bersifat akademik, di Amerika Serikat, mengarahkan mahasiswanya untuk mendalami penguasaan bidang tertentu dan kemampuan penelitian, dan pada umumnya untuk melanjutkan ke pendidikan Ph.D. Gelar Master of Arts (M.A.) diberikan untuk disiplin seni, ekonomi dan humaniora, sedangkan gelar Master of Science (M.S./M.Sc) diberikan untuk disiplin sains dan untuk bidang teknis seperti teknik dan pertanian. Selain dari keharusan memenuhi sejumlah perkuliahan, penelitian orisinil, metodologi penelitian dan penelitian lapangan ditekankan dalam penyelesaian pendidikan Magister akademik. Untuk menyelesaikan pendidikan Master diperlukan antara 30 sampai 60 SKS, dan untuk mahasiswa beban penuh dapat diselesaikan dalam waktu satu atau dua tahun akademik. Mahasiswa yang memenuhi kriteria tertentu dapat langsung memasuki pendidikan Ph.D., tanpa menyelesaikan penelitian Master dan penulisan tesis. Banyak lembaga pendidikan pascasarjana menawarkan pilihan dengan tesis atau tanpa tesis (non-thesis option). Gelar kedua versi tersebut dihargai sama, namun persyaratan akademiknya berbeda. Mahasiswa program non-tesis biasanya mengambil lebih banyak mata kuliah sebagai ganti penelitian dan penulisan tesis, dan untuk lulus gelar master di haruskan mengambil ujian komprehensif tertulis jika semua mata kuliah yang disyaratkan telah lulus. Mahasiswa pada program dengan tesis biasanya harus mengambil ujian lisan komprehensif yang mencakup bahan dari kuliah dan tesis. (Targonski, 2000). Jadi pada pendidikan pascasarjana untuk jenjang Master ada jalur penelitian (dengan perkuliahan), dan jalur perkulihan (tanpa penelitian).
Master profesional disediakan untuk mahasiswa yang berminat dalam karir profesional tertentu sperti bisnis, guru, pemerintahan dan sektor-sektor nir-laba (non-profit). Lulusan Master profesional diarahkan untuk bekerja dalam bidang profesi masing-masing bukan untuk bidang penelitian. Dalam iklim ekonomi global saat ini lulusan Magister memerlukan keterampilan yang menempatkan mereka di atas dan di luar kebanyakan lulusan, mendorong berbagai universitas di luar negeri menyelenggarakan Master profesional. Program pendidikan (mata ajaran, penelitian atau tugas akhir pendidikan) dirancang sesuai dengan tujuan profesional masing-masing mahasiswa. Kebanyakan pendidikan master profesional adalah program interdisiplin (broadbase). Untuk menyelesaikan pendidikan Master profesional diperlukan antara 36 48 sks, yang dapat diselesaikan dalam waktu satu sampai tiga tahun tergantung pada institusi dan bidang studi yang ditekuni. Tugas akhir mahasiswa Master profesional dapat berupa penelitian dan penulisan tesis, laporan penelitian, analisis bisnis suatu teknologi tertentu, atau suatu rencana bisnis. Lulusan Master profesional dapat atau tidak melanjutkan ke pendidikan Doktor tergantung pada bidang yang ditekuninya dan lembaga pendidikan yang ditujunya. Sebagai contoh pendidikan Master profesional dalam bidang Sains (fisika, kimia, biologi, matematika). Kurikulumnya terdiri atas lima komponen, yaitu inti sains (science core: fisika, matematika, kimia, biologi), komponen bisnis, topik dalam kewirausahawanan untuk ilmuan (entrepreneurship for scientists), magang dan tugas akhir (University of Arizona, College of Science, 2003). Program studi (kurikulum) setiap mahasiswa dirancang secara individual sesuai dengan tujuan profesional mahasiswa tersebut. Dalam inti sains mahasiswa mengambil mayor dari salah satu bidang tersebut dan mengambil mata kuliah minor misalnya dalam ilmu optik, teknik, farmasi, atau medical imaging, sesuai dengan keinginan mahasiswa. Dalam komponen bisnis mahasiswa mengambil kuliah dalam dasar-dasar bisnis untuk Saintis (dasar-dasar ekonomi, akuntansi, desain orgnisasi dan menajemen, etika bisnis), dan mata kuliah Manajemen Proyek (proses dan aplikasi manajemen proyek, terutama aplikasinya dalam bidang sain dan industri). Untuk komponen topik kewirausahawanan mahasiswa dapat mengikuti seminar dalam topik-topik yang berkaitan dengan entrepreneurship for scientists (kewiarausahawan untuk ilmuan) yang diselenggarakan bekerjasama dengan wakil kalangan industri sekali seminggu. Selanjutnya mahasiswa disyaratkan untuk magang pada industri yang diingininya. Pada akhir studi mahasiswa diwajibkan menyelesaikan tugas akhir berupa tesis Master berdasarkan penelitiannya atau laporan proyek berdasarkan pada hasil magangnya. Tugas akhir ini juga sangat fleksibel dan dapat berupa tesis formal, laporan penelitian, analisa bisnis suatu teknologi tertentu, atau suatu rencana bisnis. Tujuan tugas akhir adalah menyatukan sisi ilmiah dan sisi profesional pengalaman pendidikan mahasiswa untuk menghasilkan suatu tulisan yang berharga yang dapat bermanfaat ketika melamar pekerjaan atau dalam melaksanakan perkerjaan selanjutnya.
Pendidikan Master profesional telah berkembang pada semua bidang profesi, seperti pendidikan (M.Ed.), farmasi (M.Phar.), arsitektur (M.Arch.), bisnis (M.B.A.), kesehatan, administrasi (M.P.A.), dan sebagainya. Berbagai Master profesional yang berkaitan dengan pertanian dan lingkungan disediakan oleh berbagai universitas seperti antara lain Master of Professional Studies in Agriculture and Life Sciences (Cornell University), dan Master of Professional Studies dalam Agribusiness Management, Environmental Management dan Forest Industry Management (Lincoln University, New Zealan), dan Magister Manajemen Agribisnis (MMA) di IPB.
Pendidikan Doktor
Menurut Walters (1970), gelar Doktor (dari Bahasa Latin doceo, docere, mengajar) pertama yang diketahui, dianugerahkan oleh Universitas Bologna, Italia, pada pertengahan abad ke-12 (Universitas Bologna memperingati hari ulang tahunnya yang ke-910 dalam tahun 1998). Pada awalnya gelar Doktor dan Master memiliki makna yang sama, yaitu guru. Gelar Doktor pada mulanya adalah gelar yang diberikan oleh universitas kepada seorang terpelajar (learned individuals) yang telah mendapat pengakuan dari sejawatnya dan yang telah menunjukkan karir yang panjang dan produktif dalam bidang pilosofi. Gelar Doktor diberikan ketika seorang telah setengah umur, yang menunjukkan kehidupan yang didedikasikan pada pembelajaran, pengembangan dan penyebaran ilmu. Universitas-universitas di Eropa dalam abad pertengahan (tahun 500 sampai dengan 1500 M) umumnya menempatkan disiplin ilmu pengetahuan (sains), di luar teologi, medicine (kedokteran) dan hukum, di bawah naungan satu nama yaitu pilosofi (philosophy).
Pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 universitas di negara-negara berbahasa Inggris mengadopsi praktek universitas di Jerman yang menganugerahkan gelar Doktor kepada mahasiswa yang relatif muda yang telah menyelesaikan studi dan berhasil mempertahankan disertasi yang berisi hasil penelitian orisinil dalam bidang sain dan humaniora (humanities).
Di Amerika Serikat Doktor berdasarkan penelitian orisinil ini diberi gelar Doctor of Philosophy yang disingkat Ph.D (dari Bahasa Latin Philosophiæ Doctor), yang merupakan gelar akademik tertinggi. Gelar Ph.D. pertama dianugerahkan oleh Universitas Yale pada tahun 1861. Beberapa universitas di negara Anglophone tidak menggunakan singkatan Ph.D. melainkan D.Phil (Doctor Philosophiae). Pendidikan Doktor didesain untuk melatih seorang untuk menjadi peneliti mandiri. Gelar Doktor menyatakan bahwa seorang telah menunjukkan kapasitas sebagai cendekiawan peneliti yang terlatih dalam disiplin tertentu. Kebanyakan lulusannya menjadi dosen dan peneliti di lembaga-lembaga pendidikan tinggi dan lembaga-lembaga penelitian. Pada jenjang pendidikan Doktor, gelar Ph.D. adalah gelar yang paling umum diberikan. Oleh karena pendidikan Ph.D. terpusat pada konsep kesujanaan yang mandiri (independent scholarship), maka program pendidikan Ph.D. memiliki struktur yang kurang kaku dibandingkan dengan pendidikan Doktor lainnya (CGS, 2005). Gelar Ph.D adalah gelar penelitian (research degree) dan berbeda dari gelar Doktor lainnya seperti Doctor of Education (Ed.D.), Doctor of Business Administration (D.B.A.), Doctor of Architecture (D.Arch.), Doctor of Engineering (D.Eng) (Walters, 1970; CGS, 1997; HEFCE, 1998) yang didesain sebagai pendidikan profesional atau yang fokusnya pada penelitian terapan berkaitan dengan praktek profesional bukan pada penelitian dasar yang memperluas pangkalan pengetahuan bidang terkait seperti pada progam Ph.D. Program pendidikan Doktor kita tidak secara khusus membedakan kedua bentuk tersebut.
Pada beberapa universitas atau program pendidikan, pendaftaran pertama seorang diterima untuk pendidikan Master. Jika dianggap mampu untuk pendidikan Ph.D. maka ia dapat langsung ke pendidikan Ph.D. atau menyelesaikan tesis Master dulu kemudian ke pendidikan Ph.D. Ada juga pendidikan yang menerima seorang calon dengan ijazah sarjana langsung pada pendidikan Ph.D. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pendidikan setelah lulus sarjana berkisar dari 4 sampai 6 tahun. Komposisi mata kuliah dalam pendidikan Ph.D. tidak seketat pendidikan Master, disusun bersama antara mahasiswa dengan promotor sesuai dengan kompetensi yang diminati mahasiswa. Persyaratan perkuliahan berbeda pada berbagai universitas bahkan antara bidang ilmu pada suatu universitas. Ada yang mensyaratkan sejumlah SKS mata kuliah dan ada yang tidak mensyaratkan jumlah SKS tertentu.
Perbedaan persyaratan kuliah ini di IPB (Indonesia?) menjadi salah kaprah dengan munculnya istilah pendidikan Doktor jalur perkuliahan dan pendidikan Doktor jalur penelitian (lihat KATALOG Sekolah Pascasarjana IPB, 2006 halaman 15 - 19). Kesalahan istilah ini menunjukkan ketidak cermatan berpikir atau ketidak mampuan (ketidak mauan) berpikir secara cermat. Logikanya adalah pembeda dua obyek adalah sifat yang tidak sama atau yang tidak terdapat pada kedua obyek tersebut, sedangkan sifat yang ada pada kedua obyek tidak boleh dijadikan pembeda. Pendidikan Doktor semuanya adalah pendidikan jalur penelitian (kecuali mungkin pada universitas yang memperjual-belikan gelar Doktor), akan tetapi yang satu mensyaratkan perkuliahan yang terstruktur (dengan jumlah sks yang telah ditentukan) sedangkan yang satunya lagi tidak mensyaratkan perkuliahan terstruktur (tidak ada ketentuan jumlah sks yang harus diambil oleh mahasiswa). Jadi pembedanya adalah adanya perkuliahan terstruktur atau tidak. Adalah sangat salah jika diberi label yang satu jalur penelitian dan yang lainnya jalur perkuliahan, oleh karena semuanya mensyaratkan penelitian (lihat bedanya dengan pendidikan Master dengan tesis dan non-tesis di bagian terdahulu) Kalau ingin menunjukkan perbedaan antara kedua sistem tersebut istilah yang tepat adalah “pendidikan Doktor dengan perkuliahan” dan “pendidikan Doktor tanpa perkuliahan”. Kalau ada pembeda lain (atau pembeda tertentu lainnya) yang ingin ditonjolkan maka pembeda itulah yang disebut. Kalau pada tingkat pengelola tidak mampu atau tidak mau berpikir secara cermat maka apa yang dapat diharapkan dari lulusan Doktor pendidikan tersebut? Artinya lulusan Doktornya pun tidak akan mampu perpikir secara cermat atau tidak mau berpikir secara cermat.
Pendidikan Ph.D. adalah proses pendidikan yang meliputi kegiatan mengikuti sejumlah mata kuliah atau laboratorium, penguasaan satu atau dua bahasa asing di luar bahasa ibu, seminar, ujian, studi independen, penelitian, dan dalam banyak hal kegiatan mengajar untuk membantu mahasiswa Ph.D. berkontribusi terhadap ilmu pengetahuan dalam jangka waktu yang wajar (CGS, 2005). Penulisan disertasi hasil penelitian mandiri dan ujian lisan mempertahankan disertasi merupakan akhir pendidikan Doktor.
Pada umumnya pada satu atau dua tahun pertama pendidikan merupakan masa percobaan (probationary period) yang digunakan oleh seorang mahasiswa untuk mendapat pengetahuan dan pemahaman mengenai bidang studi yang diambilnya dengan melakukan studi pustaka, mengikuti perkuliahan dan seminar, mempelajari teknik penelitian dan percobaan, dan pemecahan masalah. Setelah melalui masa percobaan dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh universitas atau pendidikan pendidikan, seorang mahasiswa diterima sebagai kandidat Doktor. Dengan penetapan sebagai kandidiat Doktor berarti dalam penilaian dosen-dosen pembimbing seorang mahasiswa telah memiliki pengetahuan yang cukup dalam bidang dan spesialisasi yang ditekuninya, paham mengenai cara menggunakan sumber-sumber akademik, memiliki potensi untuk melakukan penelitian orisinil secara mandiri, dan dianggap mampu menyelesaikkan pendidikan Doktor. Adapun syarat-syarat untuk dinyatakan sebagai kandidat Doktor adalah satu atau lebih syarat berikut: menyelesaikan perkuliahan yang ditetapkan dengan baik, menguasai satu atau dua bahasa asing, menguasai metode dan alat penelitian yang diperlukan, lulus ujian kualifikasi tertulis dan lisan, atau memiliki makalah penelitian sebagai bukti kemampuan penelitian.
Setelah menjadi kandidat Doktor seorang mahasiswa harus mengkonsentrasikan pemikiran dan kegiatannya dalam melaksanakan penelitian dan menulis disertasi dibawah bimbingan sejumlah dosen yang disebut promotor/co-promotor atau komisi pembimbing. Selama melakukan penelitian seorang kandidat harus dapat menunjukkan kemajuan yang nyata dalam penyelesaian penelitian kepada promotor atau komisi pembimbing. Ketidak mampuan menunjukkan kemajuan dalam periode yang ditentukan dapat berakibat pemutusan pendidikan pendidikan. Penelitian yang dilakukan dalam penyelesaian pendidikan Doktor adalah penelitian yang telah disetujui oleh promotor atau komisi pembimbing. Telah dibuktikan dalam banyak pustaka tentang pendidikan pascasarjana bahwa faktor yang paling penting menentukan mutu penelitian pascasarjana adalah mutu dosen, hubungan antara dosen pembimbing dan mahasiswa, serta bagaimana mereka mendekati masalah-masalah penelitian dan masalah atau pertanyaan yang utama (focal) (Laske and Zuber-Skerritt, 1996).
Hasil penelitian yang telah diselesaikan oleh calon Doktor (promovendus) disajikan dalam bentuk tulisan yang disebut disertasi (di berbagai universitas disebut tesis) yang isinya (1) mengungkapkan kemampuan calon tersebut dalam menganalisis, menginterpretasikan dan mensintesis informasi terkait, (2) menunjukkan pengetahuan calon mengenai bahan pustaka yang digunakan untuk membangun konsep penelitiannya, (3) menjelaskan metodologi penelitian yang dilakukan, (4) menyajikan hasil penelitian dalam secara runut dan logis, dan (5) menunjukkan kemampuan calon dalam membahas secara menyeluruh dan koheren mengenai makna dari hasil penelitiannya. Tidak ada jaminan bahwa seorang mahasiswa akan mendapat gelar Ph.D. setelah menyelesaikan penelitian, oleh karena kualitas disertasi dan kontribusi nyata hasil penelitian terhadap ilmu pengetahuan merupakan pertimbangan penting bagi komisi pembimbing dalam memutuskan penganugerahan gelar Ph.D pada mahasiswa tersebut.
Sebagai bukti pengalaman dalam menyusun rencana, melaksanakan penelitian dan merumuskan hasilnya adalah suatu tulisan yang dinamai disertasi, dapat disajikan dalam tiga bentuk utama. Bentuk pertama atau bentuk tradisional, disertasi merupakan tulisan yang koheren terdiri atas pendahuluan yang berisi latar belakang; hipotesis dan tujuan serta kegunaan penelitian; tinjauan pustaka; metodologi dan prosedur penelitian; hasil dan pembahasan; kesimpulan dan saran; dan daftar pustaka. Bentuk kedua, disertasi merupakan kumpulan sejumlah hasil penelitian yang searah yang telah dipublikasikan oleh promovendus dalam jurnal ilmiah terkemuka, yang disatukan dalam satu naskah dan diberi kesimpulan umum. Bentuk ketiga publikasi dari jurnal ilmiah disisipkan ke dalam disertasi bentuk tradisional. Tidak ada peraturan yang mengharuskan bentuk standar yang harus dipakai, semuanya tergantung pada universitas, jurusan atau negara masing-masing. Disertasi dalam format pertama dapat dicetak berupa buku atau bagian-bagian hasil penelitian di dalamnya ditulis dalam format publikasi dan dipublikasikan di berbagai jurnal ilmiah. Sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi disertasi dan tesis dapat disiapkan sebagai disertasi dan tesis elektronik yang dapat disajikan dalam bentuk Portable Document Format (PDF) file atau dalam bentuk Hypertext Markup Language (HTML) (CGS, 2005).
Pendidikan Ph.D. di Amerika Serikat telah menjadi standar internasional terutama dalam menyiapkan mahasiswa melakukan penelitian secara mandiri untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, dan akan tetap dipertahankan demikian (COSEPUP, 1995). Keunggulan pendidikan Ph.D. terletak pada penekanan terhadap pengembangan kemampuan penelitian dasar yang mandiri. Perkembangan dalam tahun-tahun antara 1973 1991 menunjukkan semakin banyak lulusan Ph.D yang bekerja di luar bidang akademik dan penelitian dasar, seperti manajemen kegiatan non-R&D (research and development), konsultan, layanan profesional, statistik/analis data/pelaporan dsb (COSEPUP, 1995). Hasil studi COSSEPUP (1995) juga menunjukkan bahwa untuk menghadapi masa depan dengan perkembangan teknologi yang cepat dan kebutuhan leadership di dalam lingkungan non-akademik maka pendidikan Ph.D memerlukan perbaikan berupa: (a) pendidikan Ph.D. menambahkan penekanan pada versatility (versatilitas) yaitu kemampuan atau kecakapan lulusan untuk menangani berbagai lapangan dan keadaan yang berbeda, dan (b) menyediakan informasi yang luas bagi mahasiswa mengenai berbagai karier baik dalam lingkungan akademik maupun di luar lingkungan akademik. Kemampuan tersebut dapat tercapai jika pendidikan pascasarjana menyediakan program pendidikan berupa perkuliahan, seminar, kerjasama dengan pihak luar yang memungkinkan mahasiswa mendapat wawasan dan pengalaman yang luas baik untuk karier dalam bidang akademik atau karier dalam bidang non-akademik.
Salah satu contoh upaya untuk meningkatkan versatilitas lulusan pendidikan Ph.D adalah penyelenggaraan seminar oleh Princeton University mengenai karier dalam Kimia, yang mengundang wakil-wakil dari industri, pengusaha, dan wakil dari himpunan masyarakat profesional yang memberikan ceramah mengenai karier non-tradisional, seperti penulisan resume, job-interview skill, dan job-research techniques. Contoh lain adalah “Leaders for Manufacturing Program at the Massachusetts Institute of Technology (MIT)”. Program ini berupaya mengembangkan proses kolaborasi untuk mengidentifikasi masalah, penemuan dan penyebaran ilmu pengetahuan yang melibatkan School of Engineering dan Sloan School of Management. Program berupaya menumbuhkan keterampilan kepemimpinan (komunikasi, motivasi, decision-making, dan pengelolaan perubahan), praktek dan refleksi. Survei terhadap mitra industri yang terlibat dalam program memperkirakan dalam 5 tahun pertama mereka telah menghemat lebih dari 28 juta US$ dan telah memanfaatkan 40% tesis/disertasi untuk pekerjaan praktis dalam industri. Contoh lainnya lagi adalah program Drexel University yang setiap tahun menghasilkan sekitar 70-80 Ph.D dalam interdisciplinary biomedical pendidikan. Suatu aspek yang tidak biasa dalam program tersebut adalah bahwa mahasiswa melakukan pekerjaan cooperative dengan industri selama 18 bulan dari program pendidikan 5 tahun. Menurut pendapat Dr. Brown, provost universitas, ilmuan dan insinyur bergelar Ph.D. zaman ini memerlukan lebih banyak pengetahuan mengenai bisnis, pedagogi, pendekatan multidisiplin, dan policy environment.
Integritas Pendidik dan Institusi
Para dosen baik sebagai pengajar maupun sebagai anggota komisi pembimbing pendidikan pascasarjana memiliki sejumlah kewajiban kepada mahasiswa pascasarjana, kepada institusi, dan kepada integritas pendidikan pascasarjana. Para dosen pembimbing bertanggung jawab dalam menjaga nilai sentral kecendekiawanan/kesujanaan (central values of scholarship) seperti kebenaran, kejujuran, kebebasan untuk mencari tahu (freedom of inquiry), otonomi keilmuan, di dalam dirinya sendiri maupun di dalam diri mahasiswa. Menanamkan pemahaman dan kesadaran akan tanggung jawab dosen ini merupakan tugas institusi yang harus dilakukan secara terus menerus dan konsisten.
Integritas tercermin dalam kejujuran, transparansi dan kepedulian terhadap kepentingan stakeholders/tidak mementingkan kepentingan atau keuntungan sendiri, dalam penetapan dan pelaksanaan semua kegiatan dan tindakan yang berkaitan dengan fungsi dan tugas institusi. Mengenai integritas perlu kita simak komitmen terhadap integritas seperti dinyatakan di dalam Characteristics of Excellence in Higher Education (MSCHE, 2002): “Integrity is a central, indispensable and defining hallmark of effective higher education institutions”, dan di dalam Graduate Student Guides (Caughman and Cameron, 2004): “The university recognizes honesty and integrity as being necessary to the function of the institution”. MSCHE (2002) menggunakan integritas sebagai salah satu standar untuk mengakreditasi institusi pendidikan tinggi. Adakah pernyataan serupa itu di dalam pedoman pendidikan pascasarjana kita (saya tidak menemukannya di dalam Katalog Sekolah Pascasarjana IPB 2006), dan kalau ada apakah pernyataan tersebut dipatuhi dan dilaksanakan secara konsekuen? Penyelenggaraan pendidikan pascasarjana yang mentoleransi (secara sembunyi-sembunyi atau secara terang) adanya permainan uang atau kemudahan lainnya dalam menetapkan nilai atau kelulusan, atau mengubah/menetapkan nilai mahasiswa tanpa pengetahuan/persetujuan dosen yang berwewenang atau diskriminasi dalam keputusan terhadap mahasiswa tertentu, atau ketidak cermatan dalam pembimbingan, ketidak jujuran dalam semua kegiatan akademik termasuk pelanggaran etika, plagiat, pemalsuan data, penanganan hewan percobaan secara tidak benar, mengabaikan standar kesehatan dan keamanan, adalah cerminan rendahnya integritas penyelenggaraan pendidikan pascasarjana yang akan menghancurkan reputasi institusi pendidikan pascasarjana tersebut. Oleh karena itu institusi pendidikan pascasarjana perlu memiliki standar perilaku (standard of conduct) bagi para pendidik/dosen dan tenaga kependidikan (pegawai administrasi dll), prosedur operasional standar yang jelas, dan sistem kontrol serta evaluasi yang handal untuk menjaga integritas institusi pendidikan pascasarjana tersebut.
PENUTUP
Uraian di atas mencoba menggambarkan hakekat (esensi) pendidikan pascasarjana. Pendidikan pascasarjana merupakan epicenter penemuan, inovasi dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), perkembangan ekonomi dan budaya yang akan mengantarkan kepada kemajuan kehidupan bangsa dan negara. Pendidikan pascasarjana tidak hanya ditujukan untuk menghasilkan manusia bergelar Magister dan Doktor, akan tetapi harus mampu memberikan sumbangan nyata bagi perbaikan mutu hasil penelitian dan pendidikan, dan memberikan sumbangan nyata bagi pembangunan Iptek, ekonomi dan budaya bangsa.
Untuk ini pendidikan pascasarjana diarahkan kepada tujuan meningkatkan kemampuan lulusan dalam pengembangan Iptek guna memenuhi kebutuhan hidup dan tantangan yang dighadapi manusia yang terus berubah dan berkembang, kebutuhan bisnis dan industri serta dalam menghadapi era globalisasi. Rencana pembelajaran dirumuskan sesuai dengan kebutuhan mahasiswa dengan penekanan pada versatilitas lulusan agar mampu menangani berbagai lapangan pekerjaan dan lapangan yang berbeda dengan menyediakan informasi yang luas dalam kurikulum pendidikan.
Pendidikan pascasarjana tidak akan mampu menghasilkan lulusan yang mampu menyelesaikan berbagai tantangan dan masalah yang dihadapi masyarakat dan bangsa, serta mampu bersaing di tingkat internasional jika dipasung dengan kurikulum berupa paket mata kuliah yang membatasi dengan ketat pemilihan materi pengetahuan yang diperlukan untuk memperluas wawasan dan kemampuan lulusan.
Integritas (kejujuran, transparansi, dan kepedulian terhadap kepentingan orang lain) pribadi para pendidik dan pelaksana administrasi pendidikan serta integritas institusi merupakan tonggak penyangga penyelenggaraan pendidikan pascasarjana yang bermutu.
Lunturnya integritas dosen dan pelaksana administrasi serta institusi pengelola akan merusak citra dan menurunkan mutu hasil pendidikan pascasarjana.
DAFTAR BACAAN
Bologna Europe on the Move. http://cc.msnscache.com/cache.aspx?q=598479251449〈=en-ID&mkt=en-ID&FOR. (diakses 26/02/2007).
Caughman, G.B. and P.L. Cameron. 2004. Graduate Student Guides. Policies and Procedures Doctor of Philosophy Degree. School of Graduate Studies, Medical College of Georgia. http://www.mcg.edu/GradStudies/phdguide/index/html. (diakses 25/03/2005).
COSEPUP (Committee on Science, Engineering, and Public Policy). 1995. Reshaping the Graduate Education of Scientists and Engineers. National Academy Press., Washington, D.C.
Council of Graduate Schools (CGS). 1996. Building an Inclusive Graduate Community: A Statement of Principle. San Francisco, CA., December 13, 1996.
Council of Graduate Schools (CGS). 1997. The Role and Nature of Doctoral Dissertation: A Policy Statement. Washington, D.C.
Council of Graduate School (CGS). 2005. The Doctor of Philosophy Degree. A Policy Statement., Washington, D.C.
Dertouzos, M.L., R.K. Lester, and R.M Solow. 1990. Made in America: Regaining the Productive Edge. Harper Collins Publ. New York.
Gullahorn, J.E., Beere, C., Chaloux, B., Koshel, R.D., Ibarra, R.A., Morrison, K., and Smith, R.V. 1998. Distance Graduate Education: Opportunities and Challenges for the 21st Century. Council of Graduate School, Washington, D.C.
HEFC (Higher Education Funding Council). 1998. Post Graduate Qualifications. http://www.niss.ac.uk/education/qaa/pub98/pg_qual/consult.htm#Purpose (diakses: 4 Mei 1999).
LaPidus, J.B. 1989. Graduate Education The Next Twenty Five Years. Paper presented at the 25th anniversary event. Faculty of Graduate Studies, University of Guelph, Ontario, Canada.
LaPidus, J.B. 1997. Doctoral Education: Preparing for the Future. The Council of Graduate School. Washington D.C.
Laske, S. and O. Zuber-Skerritt. 1992. Frameworks for Postgraduate Research and Supervision: An Overview. In Zuber-Skerritt, O. (ed.). 1992. Frameworks for Postgraduate Education. Southern Cross University Press, Lismore, NSW, Australia. p. 10 31.
MSCHE (Middle States Commission on Higher Education). 2002. Characteristics of Excellence in Higher Education. Eligibility Requirements and Standards for Accreditation. Philadelphia, USA
Stewart, D.W. 2006. Message from the President. Council of Graduate School, Washington, D.C.
Targonski, R. (ed). 2000. If you want to study in the United States. Book 2 Graduate and Professional Study and Research Education USA.
University of Arizona. 2007. The College of Science Professional Master’s Degree. http://www.psm.arizona.edu/content/features/index. (diakses 22/02/2007).
Walters, E. 1970. Degrees, Diplomas and Academic Costume. In: Knowles, A.S. (ed. in chief). 1970. Handbook of College and University Administration. McGraw-Hill Book Co. N.Y.

Tuesday, December 1, 2009

PERAN STRATEGIS PENELITIAN PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI INOVASI DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Hasil-hasil penelitian yang dilaksanakan oleh perguruan tinggi dan para profesional di bidangnya, perlu didiseminasikan dan diimplementasikan untuk peningkatan kualitas hidup manusia. Terlebih lagi, keunggulan suatu perguruan tinggi sangat ditentukan oleh jumlah dan mutu penelitian serta publikasi yang dilakukan oleh para staf pengajarnya. Sejalan dengan disahkannya Undang-undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (SP3K), jejaring kerja dan penyelenggaraan penyuluhan memiliki payung hukum yang kuat. Di tataran operasional, revitalisasi kelembagaan penyuluhan hingga di tingkat desa menjadi penting. Dalam hal ini, Perhimpunan Ahli Penyuluhan Pembangunan Indonesia (PAPPI) memiliki peran strategis sebagai organisasi profesi keilmuan di bidang penyuluhan, komunikasi inovasi, dan pemberdayaan, untuk turut serta mengembangkan kelembagaan penyuluhan yang adaptif akan perubahan struktur masyarakat baik di sektor primer, sekunder, mau pun tersier. Simposium dan Kongres Nasional tersebut merupakan kerja sama antara Perhimpunan Ahli Penyuluhan Pembangunan Indonesi (PAPPI) dengan Program Mayor Pascasarjana Ilmu Penyuluhan Pembangunan yang dikoordinatori Dr. Ir. Siti Amanah, MSc (Pengarah Temu Ilmiah). Panitia Pelaksana diketuai oleh Ir. Puji Winarni, MA (Mahasiswa Program S3 Ilmu Penyuluhan Pembangunan), Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat - Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Simposium dan Kongres Perhimpunan Penyuluhan Pembangunan Indonesia (PAPPI) ini merupakan momentum yang tepat untuk mempertajam “state of the art” ilmu penyuluhan pembangunan. Melalui pemaparan hasil-hasil penelitian dalam simposium dapat dikembangkan dialog lintas paradigma, pendekatan, metode, teknik, dan ilmu penyuluhan pembangunan yang paling mutakhir. Begitu dikemukakan oleh Dekan Fakultas Ekologi Manusia (Prof. Dr. Hardinsyah) dalam Pembukaan Temu Ilmiah tersebut mewakili Rektor IPB. Ditegaskan oleh Dekan, bahwa anggota PAPPI dari berbagai lembaga harus mampu bersinergi memberikan dukungan untuk penguatan PAPPI. Dukungan anggota PAPPI dari berbagai lembaga akan dapat mendinamiskan organisasi, dan menggalang kegiatan yang berkontribusi bagi pengembangan ilmu dan aspek praktis penyuluhan di berbagai bidang. Dekan FEMA berharap dalam kongres dibahas pula Struktur Kurikulum yang dapat menjawab persoalan kompetensi penyuluh, terkait beragamnya latar belakang penyuluh.
Lebih dari 125 peserta dari seluruh Indonesia menghadiri kegiatan tersebut. Kegiatan temu ilmiah tersebut menghadirkan dua pembicara kunci. Pembicara Kunci pada hari pertama adalah Dr. Aswan Sasongko (Direktur Jenderal Telematika Departemen Komunikasi dan Informasi) dan Dr. Mohammad Ja’far Hafsah (Wakil Ketua Komisi IV DPR RI) sebagai Pembicara Kunci pada hari kedua. Dr Aswan Sasongko menyoroti tentang pengelolaan informasi yang mumpuni oleh berbagai pihak. Saat ini, media sangat berperan mengembangkan opini masyarakat. Atas dasar itu, pengambil kebijakan dan para pihak terkait harus mampu mengelola informasi secara benar dan bertanggung jawab. Dr. Mohammad Ja’far Hafsah mengemukakan bahwa hingga saat ini petani di Indonesia belum memperoleh perhatian yang memadai terkait pemenuhan kebutuhan mereka akan informasi dan upaya-upaya pengembangan kapasitas. Hingga di level desa, semua media massa belum ada yang secara intensif berfokus pada pemenuhan kebutuhan petani akan informasi, pendidikan peertanian, inovasi, dan pemecahan masalah. Kelembagaan penyuluhan pun perlu diperkuat dan dikembangkan termasuk penyuluh, untuk turut membantu petani memberdayakan diri dan keluarganya.
Ada lebih dari 50 makalah yang terdaftar dalam Simposium Nasional ini. Dari sejumlah makalah tersebut disaring sekitar 30 makalah yang direview oleh editor jurnal dan mitra bebestari berkala ilmiah terakreditasi dan tidak terakreditasi. Beberapa kendala yang dihadapi peneliti ketika mempublikasikan hasil penelitiannya adalah lemahnya strategi dan teknik penyajian yang sesuai dengan visi dan misi berkala ilmiah yang ingin dimasuki, keterbatasan dana, dan kurangnya jaringan kerja sama dengan ilmuwan dalam dan luar negeri. Hasil simposium akan diproses lebih lanjut dalam bentuk perbaikan artikel agar dapat dimuat dalam jurnal ilmiah terakreditasi/tidak terakreditasi; dan memberikan masukan kepada para pihak tentang pentingnya pengembangan ilmu penyuluhan dalam perspektif yang lebih luas. Berdasarkan penilaian Reviewer Simposium, terpilih tiga penyaji terbaik yaitu, Mohammad Yasid dari Sekolah Tinggi Tazkiyah Bogor, U. Maman KH dari Universitas Islam Syarif Hidayatullah, dan Muksin dari Politeknik Pertanian Jember.
Hari kedua temu ilmiah adalah Kongres Nasional PAPPI. Sambutan pada kongres disampaikan oleh Prof. Dr. HR. Margono Slamet, selaku pendiri PAPPI. Kongres dibuka oleh Wakil Dekan Fakultas Ekologi Manusia (Dr. Titik Sumarti) Dikatakan oleh Prof. Dr. HR Margono Slamet, bahwa PAPPI yang dirintis sejak tahun 1990-an memiliki anggota yang tersebar di seluruh Indonesia. PAPPI perlu mengambil peran yang lebih aktif dalam mempromosikan pemaknaan penyuluhan secara tepat pada pengguna. Pada tataran praktis, konsepsi penyuluhan diterapkan antara lain oleh Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Departemen Dalam Negeri, dan Departemen Keuangan. Ada beberapa istilah yang memiliki pemaknaan mirip, seperti promosi kesehatan, pemberdayaan sosial, pendampingan, dan penyuluhan pajak. Posisi dan peran strategis PAPPI dalam menyuarakan prinsip-prinsip penyuluhan secara benar dan tepat. Wakil Dekan FEMA mengemukakan bahwa perhimpunan profesi keilmuan mengalami perkembangan yang pasang surut. Kendala yang dihadapi diantaranya adalah pendanaan dan jaringan kerja sama. Melalui kerja sama antar pihak dan komitmen pengurus dan anggota, ke depan, perhimpunan profesi akan dapat lebih mandiri dalam pengelolaan sumber-sumber dana. Perhimpunan profesi yang berkualitas akan memberikan sumbangsih yang besar pengembangan ilmu dan pemecahan masalah sosial.
Pertemuan pleno kongres PAPPI dipimpin secara kolektif oleh Ketua PAPPI (Dr. Rachmat Pambudy), Sekretaris Jenderal PAPPI (Prof. Dr. Sumardjo), Anggota PAPPI (Ir. Iqbal Bahua, MSi dan Ir. Puji Winarni, MA). Pleno dibuka oleh Ketua PAPPI, dilanjutkan dengan pemandangan umum oleh pendiri PAPPI dan partisipan kongres diantaranya oleh Prof. Ravik Karsidi (UNS), Prof. I Nyoman Supartha (UNUD), Dr. Prabowo Tjitropranoto MSc (PPN IPB), Ir. Syadar Baba, MSi (UNHAS), Ibrahim SP (PEMDA Provinsi Maluku), Dr. Ninuk Purnaningsih (IPB), Ir. Siti Sugiah M, MS (IPB), Ir. Sangaji, MSc (UNTAD), dan Dr. Siti Amanah (IPB). Prof. Dr. Margono Slamet selaku pendiri PAPPI mengemukakan bahwa kata "ahli" dalam PAPPI hendaknya tetap dipakai, untuk membedakan bahwa PAPPI adalah himpunan profesi. Implikasinya harus ada mekanisme rekrutmen anggota yang dapat menetapkan bahwa seseorang memiliki kapasitas sebagai Ahli Penyuluhan Pembangunan dan menjadi anggota PAPPI. Ditambahkan oleh Prof. Margono, bahwa PAPPI bukan organisasi massa.
Hasil pleno antara lain adalah terbentuknya formatur inti berjumlah sembilan orang representasi berbagai lembaga dan daerah, restrukturisasi kepengurusan PAPPI, dan program kerja. Formatur menyepakati pengurus inti, yaitu: Prof. Dr. Sumardjo sebagai Ketua Umum PAPPI, Dr. Siti Amanah sebagai Sekretaris Jenderal PAPPI, dan Ir. PujI Winarni, MA sebagai Bendahara. Pengurus baru memiliki tiga agenda yang perlu segera dituntaskan yaitu: (i) Menyusun pengurus lengkap; (ii) Menetapkan Komisi-komisi, dan (ii) Program Kerja.
Di penghujung Temu Ilmiah diberikan apresiasi kepada Dosen yang telah purna bakti PPN atas dedikasi dalam pengembangan ilmu penyuluhan. Hal serupa telah dilakukan pada 23 Februari 2008 kepada Prof. Dr. Pang S. Asngari. Rabu, 25 November 2009 merupakan kelahiran Prof. Dr. HR. Margono Slamet, dan Acara Kongres PAPPI dimeriahkan dengan ulang tahun ke-76 tahun usia beliau.
Simposium dan Kongres Nasional Perhimpunan Ahli Penyuluhan Pembangunan Indonesia (PAPPI) ditutup oleh Ketua PAPPI terdahulu. Dalam pidato penutupan, Dr. Rachmat Pambudy, memberikan apresiasi dan penghargaa kepada seluruh panitia atas penyelenggaraan Simposium dan Kongres Nasional tersebut. Ke depan, Dr. Rachmat Pambudy berharap, PAPPI menjadi perhimpunan profesi yang lebih maju dan berkembang tidak hanya bagi anggota PAPPI, tetapi juga untuk kehidupan masyarakat yang lebih luas. SImposium dan Kongres ditutup dengan doa oleh Dr. Puji Muljono (Wakil Koordinator Mayor PPN). Simposium dan Kongres Nasional PAPPI tersebut dipandu oleh Ir. Sangaji, MSc dan Teti MSi. Panitia menyampaikan terima kasih atas dukungan semua pihak, khususnya kepada DIKTI DEPDIKNAS, Jajaran Pimpinan IPB, Ketua Dept. Sains KPM FEMA dan Jajaran Staf Dosen dan Staf Kependidikan PPN dan KPM FEMA IPB, pemakalah, editor jurnal, mitra bebestari, moderator, notulis, dan seluruh undangan dan partisipan. Selesainya SImposium dan Kongres Nasional merupakan awal bagi kiprag PAPPI ke dapan, mengembangkan mutu kehidupan manusia di berbagai bidang melalui praxis penyuluhan yang tepat (pendidikan non formal, pendekatan pembelajaran orang dewasa/partisipatif, komunikasi dialogis-konvergen, inovasi alternantif penyelesaian masalah).